TAKAMEDIA.ID, PENAJAM – Ketua Komisi II DPRD Penajam Paser Utara (PPU), Thohiron, mengungkapkan keprihatinannya terhadap kebijakan pemerintah yang menetapkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah kering panen (GKP) sebesar Rp6.500 per kilogram.
Ia mempertanyakan efektivitas kebijakan tersebut dalam jangka panjang dan dampaknya terhadap kesejahteraan petani lokal.
“Kita lihat sistem itu bertahan berapa lama. Sekarang ini Bulog membeli harga gabah petani Rp6.500 per kg. Apakah kebijakan ini hanya sekadar meredam apatis masyarakat agar kembali menjadi petani?” ungkapnya,
Thohiron menekankan bahwa fokus pemerintah seharusnya tidak hanya pada harga gabah semata, mengingat siklus tanam padi yang terbatas.
“Kalau kemudian pemerintah hanya fokus kepada gabah saja kan tidak terasa juga, karena efektifnya petani hanya menanam satu atau dua kali setahun.” terangnya.
Ia juga menyoroti pentingnya jaminan harga untuk komoditas pertanian lainnya pasca panen. “Pemerintah jangan hanya fokus ke harga gabah saja, tapi tanaman-tanaman lain harus ada jaminan harga pasca panen itu. Kalau cuma padi saja kan tidak berjalan,” kata Thohiron.
Lebih lanjut, Thohiron menekankan bahwa untuk mencapai swasembada pangan, pendekatan yang komprehensif diperlukan. “Kalau memang betul-betul pengen swasembada pangan kita ini, semua harus dipikirkan. Tapi minimal sudah ada secercah harapan untuk petani.” ucapnya.
Ia juga mempertanyakan kualitas gabah yang dibeli dengan harga Rp6.500 per kilogram dan potensi kerugian yang ditanggung oleh petani.
“Karena harga Rp6.500 juga tentu ada kualifikasi hasil panen yang ideal, sudah bagus. Apakah kualitas padi kita sesuai. Jangan sampai karena ini hanya instruksi presiden mereka rugi, nanti Bulognya lagi yang disubsidi.” tuturnya.
Kebijakan penetapan HPP gabah kering panen (GKP) sebesar Rp6.500 per kilogram telah ditetapkan oleh pemerintah melalui Keputusan Badan Pangan Nasional Nomor 14 Tahun 2025.
Kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan menjamin penyerapan gabah hasil panen. Namun, implementasinya menghadapi berbagai tantangan, terutama terkait kualitas gabah dan keberlanjutan produksi pertanian. (Red)